5 Fakta Shipworm, Makhluk yang Pernah Ditakuti Oleh Pelaut
Indiffs – Fakta Shipworm – Sejak zaman dahulu, shipworm atau cacing kapal telah menjadi salah satu musuh besar bagi para pelaut. Pasalnya, hewan lunak ini kerap merusak kapal. Di masa manusia berlomba-lomba melakukan penjelajahan melalui pelayaran, selain kondisi laut, keberadaan shipworm menjadi sesuatu yang sangat diperhatikan dan ditakuti.
Cacing kapal menyebabkan kerusakan yang cukup parah pada kapal tanpa sepengetahuan awak kapal. Hal ini tentu membahayakan awak kapal dan menyebabkan kerugian secara ekonomi. Sejak abad ke-19, kebanyakan kapal-kapal besar dan komersial telah beralih menggunakan pelat-pelat metal seperti besi dan baja ringan.
Peralihan bahan pembuat kapal tak hanya membuat harga kapal lebih murah, tetapi juga memperkuat kapal dan mengurangi risiko kerusakan akibat cacing kapal. Bisa dibilang, hewan unik ini menjadi salah satu faktor besar perubahan pada pembangunan kapal di seluruh dunia. Seperti apa fakta lain dari shipworm yang pernah ditakuti bahkan oleh bajak laut ini? Yuk, simak ulasan nya di bawah ini!
Cacing Kapal Berperan dalam Menjaga Ekosistem Laut
Walau menyebabkan kerugian untuk manusia, cacing kapal memegang peran penting dalam ekosistem laut. Hewan ini merupakan agen utama yang memecah tanaman-tanaman di laut, terutama kayu-kayuan di perairan dangkal dan muara yang payau.
Shipworm memakan dan mencerna kayu lebih cepat dibandingkan bakteri maupun jamur laut. Kemampuan ini pun membuat kayu yang ada di perairan lebih cepat terurai. Selain itu, lubang-lubang yang dibentuk cacing kapal pada kayu ternyata sering dimanfaatkan spesies udang-udangan lain sebagai tempat tinggal mereka.
Memiliki Kandungan Gizi yang Baik
Cacing kapal yang dianggap hama oleh banyak orang ternyata memang baik untuk dikonsumsi. Dilansir Carnegie Museum of Natural History, cacing kapal diketahui kaya akan kandungan gizi seperti protein dan omega-3.
Selain itu, menkonsumsi nya bisa menjaga hutan mangrove dari populasi cacing kapal berlebih. Sebab, jika jumlahnya terlalu banyak, hewan ini bisa merusak hutan bakau karena mereka menggerogoti pohon-pohonnya.
Merusak Kapal dengan “Memakannya”
Dari segi fisik, hewan lunak ini sepertinya tak mungkin bisa merusak, terlebih lagi menenggelamkan kapal. Namun fakta nya, shipworm memang “memakan” kapal dan tak jarang menjadi faktor utama yang menenggelam kan nya.
Hewan ini dapat mencerna kayu dengan bantuan enzim. Enzim tersebut merupakan hasil hubungan simbiosis antara cacing kapal dengan bakteri yang dipeliharanya di insang nya.
Shipworm akan menempel pada kayu kapal, terutama pada bagian lambung. Kemudian mereka akan menggerogoti nya dengan menggali lubang. Hewan ini kemudian tinggal di dalamnya sambil memakan kayu.
Layaknya rayap, shipworm membuat terowongan-terowongan pada kayu kapal hingga rapuh. Akibatnya, hal ini pun membuat kapal rentan tenggelam. Itulah kenapa, cacing kapal juga dijuluki sebagai rayap laut. Selain kayu, shipworm juga memakan plankton yang dibawa arus laut.
Bukan Bagian dari Kelompok Hewan Cacing
Walau disebut sebagai “cacing kapal”, shipworm pada dasarnya tidak ada hubungannya dengan keluarga cacing sama sekali. Walau bentuk tubuhnya mirip, mereka merupakan bagian dari keluarga kerang-kerangan atau Teredinidae. Shipworm memiliki lebih dari 60 macam spesies, dengan ukuran panjang yang berbeda-beda.
Tubuh cacing kapal memiliki dua ujung dengan fungsi yang berbeda. Ujung pertama merupakan bagian keras yang bentuknya seperti helm merupakan cangkang dari cacing kapal. Bagian keras tubuhnya ini digunakan untuk melubangi kayu. Ujung lainnya berbentuk seperti pipa, berfungsi untuk menangkap plankton sebagai makanannya, sekaligus sebagai saluran keluar masuk air.
Santapan Bagi Beberapa kelompok Masyarakat
Cacing kapal yang jumlahnya sangat banyak dianggap layak dijadikan makanan. Di beberapa wilayah Asia Tenggara, mereka dijadikan santapan oleh masyarakat sekitar perairan laut. Contohnya di Thailand dan Filipina, orang-orang memanen shipworm di hutan bakau dan kemudian menjualnya di pasar.
Cacing kapal merupakan makanan yang sangat umum dikonsumsi terutama di pulau Palawan, Filipina. Hewan ini dapat dikonsumsi secara mentah, maupun diolah.
Sementara di Indonesia, tepatnya wilayah Papua Barat, cacing kapal dikenal dengan nama tambelo. Hewan dengan nama Latin Bactronophorus thoracites ini umum dikonsumsi masyarakat Kamoro yang tinggal di pesisir pantai.
Tanggapan
Belum ada