Ceramah Ramadhan Hari ke-22: I’tikaf Demi Meraih Lailatul Qadar

Ceramah Hari ke-22 Ramadhan – Indiffs
INDIFFS.COM – Bulan suci Ramadhan kini telah menuju hari ke-22, yang mana kegiatan atau acara keagamaan seperti kajian ceramah sering diselenggarakan. Dimana, ceramah itu juga biasa dibawakan oleh khatib yang ditunjuk untuk mengisi agenda.
Biasanya, ceramah tersebut berisikan tentang motivasi bagi umat muslim agar semakin giat meraih pahala, pengampunan, serta ridha dari Allah SWT. Karena mengingat, bulan Ramadhan merupakan bulan yang istimewa dibandingkan bulan-bulan yang lainnya.
Nah, bagi kamu yang sedang mencari contoh teks ceramah untuk dibawakan saat kajian, kultum, atau acara keagamaan lainnya di hari ke-22 Ramadhan, kamu bisa simak artikel ini!
Teks Ceramah Hari ke-22 Ramadhan
Berikut merupakan teks ceramah Ramadhan hari ke-22 bertema tentang ‘I’tikaf Demi Raih Lailatul Qadar’ yang dirangkum dari berbagai sumber.
I’tikaf Demi Meraih Lailatul Qadar
Assalamu’alaikum Warahmatullahhi Wabarakatuh.
Alhamdulillahi Robbil ‘Alamin Wabihi Nasta’in Wa ‘Ala Umuri Dun ya Waddin, Wa ‘Ala Alihi Washohbihi ‘Ajmain, Amma Ba’du
Pertama-tama marilah kita panjatkan puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan kasih sayangnya kepada kita semua. Sholawat serta salam tidak lupa kita curahkan kepada junjungan nabi besar kita baginda Nabi Muhammad, juga kepada keluarga dan pengikutnya hingga akhir zaman. Amiin.
Hadirin majelis muslimin wal muslimat yang semoga Allah muliakan di dunia dan akhirat. Alhamdulillah, dengan izin Allah kita bisa berkumpul di tempat ini.
Mudah-mudahan berkumpulnya kita disini merupakan amal soleh sehingga kita bisa bertawasul dengan amal soleh tersebut. Berharap Allah jadikan hari yang akan datang dalam kehidupan kita lebih baik dibandingkan hari ini. InsyaAllah.
Hadirin Sekalian …
Telah kita ketahui bahwa lailatul qadar ialah malam yang penuh kemuliaan dan punya keistimewaan dibanding malam-malam lainnya. Bahkan Lailatul Qadar itu merupakan malam yang lebih baik dari seribu bulan.
Hal ini sebagaimana firman Allah dalam Qur’an Surat Al-Qadr (1-5), yang artinya:
“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.”
Adapun malam lailatul qadar ini, ada pada 10 hari terakhir Ramadhan. Yang mana pada hari-hari inilah kita dianjurkan untuk memperbanyak amal shaleh, yang salah satunya ialah melakukan ibadah sunnah I’tikaf di Masjid.
Hal tersebut sebagaimana dalam hadist riwayat berikut:
أَنَّ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – كَانَ يَعْتَكِفُ الْعَشْرَ الأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللَّهُ ، ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa melakukan i’tikaf di sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan, hingga Allah mewafatkan beliau. Kemudian istri-istri beliau melakukan i’tikaf setelah beliau wafat.” (HR. Bukhari no. 2026 dan Muslim no. 1172).
Lanjutan …
Hadirin Sekalian …
Mengingat, bahwa I’tikaf sendiri banyak memiliki keutamaan. Adapun keutamaannya ialah sebagai berikut:
- Terbiasa melakukan sholat fardhu secara kontinyu dan berjamaah
- Menjadi ladang pahala
- Menggapai malam Lailatul Qadar
- Ajang untuk Mengevaluasi Diri
- Menjaga Shaum dari Dosa Kecil
Sebagaimana penjelasan Ibnu Rajab dalam Lathoiful Ma’arif, hal 338, yang ditulis dari laman muslim muslim.or.id,
Ibnu Rajab Al Hambali rahimahullah berkata, “Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beri’tikaf di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan untuk meraih lailatul qadar. Beliau ingin mengasingkan diri dari berbagai kesibukan dengan melakukan i’tikaf. Dengan menyendiri akan lebih berkonsentrasi dalam dzikir dan do’a. Dan beliau pun benar-benar menjauh dari manusia kala itu.”
Imam Ahmad sampai berpendapat bahwa orang yang beri’tikaf tidak dianjurkan bergaul dengan orang-orang sampai pun untuk tujuan mengajari ilmu atau membaca Al Qur’an. Imam Ahmad katakan bahwa yang lebih baik adalah menyendiri dan mengasingkan diri dari orang banyak untuk bermunajat pada Allah, serta berdzikir dan berdo’a. I’tikaf ini bermaksud menyendiri yang disyari’atkan dan hanya dilakukan di masjid. I’tikaf di masjid dilakukan agar tidak ketinggalan shalat Jum’at dan jama’ah. Namun kalau mengasingkan diri dengan tujuan supaya luput dari shalat Jum’at dan shalat jama’ah, maka jelas terlarang.
Ibnu ‘Abbas pernah ditanya mengenai seseorang yang puasa di siang hari dan mendirikan shalat malam lalu tidak menghadiri shalat Jum’at maupun shalat berjama’ah. Jawaban Ibnu ‘Abbas, “Ia di neraka.”
Menyendiri yang disyari’atkan adalah dilakukan di masjid, terkhusus di bulan Ramadhan, terkhusus lagi di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan sebagaimana yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lakukan.
Hadirin Sekalian, mungkin itu saja yang bisa saya sampaikan. Semoga kita dimudahkan untuk meraih malam seribu bulan, dan moga juga kita dimudahkan untuk melakukan i’tikaf.
Wassalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh.
Tanggapan
Belum ada